U

Apakah Pernikahan Maria dan Nabi Muhammad SAW Sesuai dengan Ajaran Islam?

Refleksi Podcast Episode 72

Identitas Keyakinan dan Status Pernikahan Maria Al-Qibtiyah dengan Nabi Muhammad saw. 

Nabi Muhammad saw. menikah secara monogami bersama Sayyidah Khodijah selama kurang lebih 25 tahun. Sepeninggal Sayyidah Khadijah, Nabi Muhammad saw. melakukan pernikahan secara poligami dengan beberapa wanita mulia dengan tujuan dakwah, menyelamatkan dan mengangkat harkat-derajat para wanita mulia tersebut. Pernikahan poligami Nabi saw. berlangsung kurang lebih selama 13 tahun. Maka dapat dikatakan, bahwasanya Nabi saw. menjalani pernikahan secara monogami lebih lama dibandingkan masa berpoligaminya. Sehingga, monogami yang diteladankan Nabi saw. juga merupakan sunnah yang dapat diikuti oleh para pengikutnya. Di antara para istri Nabi saw. sepeninggal Sayyidah Khadijah, ada yang bernama Maria Al-Qibtiyah. Dari pernikahan bersama Maria, Nabi saw. dianugerahi seorang putra bernama Ibrahim. Status pernikahan Maria dengan Nabi saw. merupakan salah satu  hal yang menjadi khilafiyah di antara para ulama sejarawan, mengingat Maria adalah seorang pemeluk agama Nasrani dan juga (ada yang menganggapnya) seorang budak. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, apa identitas keyakinan Maria saat dan setelah menikah dengan Nabi saw., dan bagaimana status pernikahannya tersebut?

Alwi Shihab memulai memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut dengan memberi penjelasan tentang riwayat kedatangan Maria di Madinah. Maria dihadiahkan oleh penguasa Bizantium Alexandria (yang kala itu Mesir masih menjadi bagian wilayah kekuasaan Bizantium) yang bernama Muqawqis. Muqawqis menerima utusan Nabi saw. yang bernama Hathib bin Abi Balta’ah. Hathib membawa surat dari Nabi saw. yang isinya menyampaikan perihal misi dan visi Islam yang dibawa oleh Nabi saw. Muqawqis menerima isi surat tersebut dengan sangat baik dan menyampaikan, bahwasanya ia tetap pada pendiriannya, yakni tetap untuk memeluk agama Kristen. Hathib diterima dengan baik dan ia diutus kembali kepada Nabi saw. oleh Muqawqis dengan membawa surat balasan dan juga hadiah. Surat balasan tersebut isinya sangat santun dan baik. Adapun hadiah yang diberikan oleh Muqawqis kepada Nabi saw. adalah dua putri/perempuan yang elok rupanya. Dua putri tersebut bernama Maria dan Sirin. Mereka adalah kakak-beradik yang lahir dari orang tua campuran. Bapaknya adalah orang Mesir dan ibunya adalah orang Romawi. Dapat dibayangkan bagaimana eloknya paras kedua putri ini. 

Hathib kemudian kembali ke Madinah dengan membawa surat dan hadiah dari Raja Muqawqis. Dalam perjalanan yang menghabiskan waktu berhari-hari tersebut, nampak pada diri Maria bahwa ia sangat sedih karena harus meninggalkan negerinya. Memahami hal tersebut, Hathib berusaha untuk menyampaikan misi Islam dan bagaimana Nabi saw. sebagai nabi yang sangat memperhatikan masyarakatnya, khususnya nasib kaum wanita. Hathib juga tak luput menjelaskan apa sebenarnya isi dari ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Hathib menjelaskan pada Maria bahwasanya Islam adalah kelanjutan dari agama Kristen. Hingga akhirnya setelah mendengar penjelasan dari Hathib, Maria mulai tertarik untuk memeluk agama Islam.

Setibanya di Madinah, Hathib, Maria dan adiknya (Sirin) menemui Nabi Muhammad saw. Kemudian, Nabi saw. menjadikan Maria sebagai istri yang beliau nikahi. Dan tentu saja, menurut riwayat, pernikahan tersebut sudah berdasarkan ajaran Islam. Demikian ungkap Alwi Shihab. Kalaupun belum berdasarkan ajaran Islam, maka itu pun diperbolehkan oleh agama Islam sebagaimana disampaikan dalam QS. Al-Maidah, 5:

…                   

“(Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan mereka di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu, apabila kamu membayar mas kawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) pasangan gelap (gundik)…”

Alwi Shihab mengatakan bahwa Maria memiliki rupa yang sangat menawan, dan kecantikannya ini diakui oleh istri-istri Nabi saw. yang lain, termasuk Sayyidatina Aisyah dan Hafshah; sehingga mereka dengan terus terang mengatakan bahwa mereka sangat cemburu karena perhatian yang diberikan Nabi saw. kepada  Maria, dan juga karena kecantikan yang Maria miliki. Karena hal ini, Nabi saw. akhirnya tidak menempatkan Maria di daerah dimana ia menempatkan istri-istrinya yang lain. Nabi saw. memberikan Maria tempat tinggal di tempat yang lebih jauh, supaya Maria tidak berhubungan langsung dengan istri-istri Nabi saw. yang lain, yang hampir semuanya cemburu pada kecantikan Maria.

Setelah setahun pernikahan dengan Nabi saw., Maria melahirkan seorang putra yang diberi nama Ibrahim. Alwi Shihab menyampaikan, ada beberapa alasan mengapa Nabi saw. memilih nama Ibrahim untuk sang putra: pertama, Nabi saw. ingin menghormati bapak para nabi dan rasul, yakni Ibrahim as. yang menjadi Patria (Pater Patriae) atau bapak dari semua agama samawi; termasuk agama Kristen yang juga menyanjung Ibrahim as. sebagai Patria, bapak nabi. Kedua, melalui nama Ibrahim, Nabi saw. menunjukkan bagaimana simpati Islam kepada agama-agama ahlul kitab. Ketiga, Nabi saw. tidak memilih nama-nama seperti anak laki-lakinya yang pertama, Al-Qasim dan Abdullah, tetapi nama Ibrahim, agar Maria juga merasa bahwa Ibrahim itu adalah bagian dari kakek atau panutan dari agama Kristen, agama yang dianut oleh Maria sebelumnya. Ini adalah bagian dari cara Nabi saw. memberikan rasa bahagia kepada sang istri.

Alwi Shihab kemudian menjelaskan tentang status pernikahan Maria dan Nabi saw. Menurut Alwi Shihab, status pernikahan mereka tentu saja sah. Akan tetapi, karena Maria menyandang status sosial sebagai bekas tawanan atau budak, begitu Maria melahirkan Ibrahim, di saat itu pula ia terbebas dari perbudakan. Ketika Nabi sa. Meninggal, Maria tetap tinggal di Madinah. Lima tahun sepeninggal sang suami, Maria al-Qibtiyah menyusul pergi ke alam barzah. Selama lima tahun sebelum ajal menjemputnya, Maria hidup di Madinah bersama dengan keluarga besar umat Islam di sana. Alwi Shihab menegaskan, tidak bisa diragukan lagi bahwa Maria juga termasuk dari kelompok umm al-mu’miniin, ibu dari orang-orang yang beriman. Bagi seorang umm al-mu’miniin, Alquran melarang siapapun untuk menikahi umm al-mu’miniin sepeninggal sang suami, Nabi Muhammad saw. Atas dasar ini, oleh para ulama disampaikan, tidak ada satupun ulama yang menganggap bahwa Maria ini bukan umm al-mu’miniin, sehingga ia sama halnya dengan istri-istri Nabi saw. yang lain.

Alwi Shihab membuat ringkasan jawaban, bahwasanya Maria menikah dan mengikuti agama Nabi Muhammad saw. dan pernikahan tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Perihal apakah dia sudah masuk Islam atau belum, apapun kondisinya (sudah atau belum) pernikahan tersebut tetap boleh dilakukan dan sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Alquran (Al-Maidah, 5).

Paparan Alwi Shihab ini setidaknya memberikan beberapa pola menjawab pertanyaan yang sering terlintas dan mengusik diri, serta acap menjadi perdebatan yang tak berarti terhadap sesama: pertama, dalam menelisik sebuah isu agama, kita perlu melibatkan pengetahuan sejarah di dalamnya, sehingga kita dapat memahami bagaimana sebuah sejarah dapat terjadi dan berhubungan terhadap sebuah hukum yang sifatnya taklifi. Kedua, saat ada isu-isu perihal relasi antar iman, seyogyanya tidak diperdalam untuk mencari alasan mengkafirkan atau menyesatkan orang lain, melainkan dapat digunakan untuk memperkuat semangat solidaritas kemanusiaan. Ketiga, saat menemukan banyak pendapat ulama yang beragam dan kadang membingungkan, tidak ada salahnya kita mencari dan merujuk langsung pada Alquran untuk memutus kebingungan atas pertanyaan yang sulit ditemukan jawabannya. Hal yang demikian apabila mampu kita lakukan, maka kita akan dapat menjalankan agama masing-masing dengan asyik tanpa saling mengusik.(IL/AKR) 

Nonton Juga

C

Bagaimana pandangan Anda? Infokan juga apabila materi ini bermanfaat sebagai inspirasi tulisan/integrasi bahan dalam RPP/dsb.

Komentar (0)
L
× Silakan LOGIN untuk berkomentar.